Konten sampah VS Konten pendidikan
Kwalitas konten
Video youtube Atta Halilintar sering menampilkan kemewahan. Mobil mahal, rumah mewah dan barang-barang mewah lainnya. Penontonnya pun banyak, karena di kalangan masyarakat kita menyukai konten model demikian. Atta Halilintar pun sering membuat video-video pameran kemewahan semacam itu.

Tidak hanya Atta Halilintar. Ada nama Raffi Ahmad, Andre Taulany dan sejumlah artis melakukan pameran kemewahan di youtubenya. Para artis itu sadar, penontonnya banyak. Membuat konten pameran kemewahan demikian akan banyak mendatangkan viewers dan penonton sama dengan uang dari adsense.

Konten semacam itu tak salah dari persfektif ia adalah pemilik kemewahan itu. Menyombongkannya ke khalayak apalagi kurang ada pendidikan bagaimana susahnya mencapai itu akan menghasilkan cara berpikir bangsa yang instan. Semua ingin mudah, gampang. Pada akhirnya kita akan punya generasi yang hanya bisa ongkang-ongkang kaki dan tak bersemangat.

Sebaliknya konten pendidikan malah sepi peminat. Itu diakui Dedy Corbuzier sendiri. Toh walaupun ada konten pendidikan yang banyak penonton perlu kreatifitas yang tinggi. Ketika dirinya membuat konten receh justru penontonnya banyak. Karenanya ia pun mengakui membuat konten receh dengan kemasan yang ada pendidikannya.

Pilihannya pun, apakah kita akan menjadi apa yang orang lain suka dan membahayakan mereka, atau kita membuat konten mendidik tapi sepi penonton? Tentunya kita mesti ada tanggung jawab moral. Ketika televise penontonnya beralih ke youtube, konten creator mestinya memadukan entertainment dan pendidikan. Yang biasa disebut edutaiment.

Disinilah diuji kreatifitas, inventif dan inovasi dalam memproduksi konten. Tak asal, apalagi asal jadi dan mengabaikan tanggung jawab moral. Coba lihat Raditya, ia yang merupakan seorang stand up comedy dan novelis kini makin sering membuat konten tentang investasi dan finasial. Hasilnya tidak saja suatu pendidikan, tetapi konten yang menyajikan bobot dan kelas yang tidak ecek-ecek.

Apalagi anda membuat konten solusi dan inovasi terlalu tinggi. Anda akan banyak tak disukai karena hanya dianggap membuat sensasi, ada yang merasa tersaingi yang sudah status quo. Padahal ketika solsui yang anda tawarkan akan bermanfaat bagi mereka daripada sekedar konten pameran kemewahan yang diangga “konten sampah” oleh Ade Armando.